RidhoAllah Adalah Ridho Orangtua Berbakti Kepada Kedua Orang Tua (Birrul Walidain) | Menyambut Akhir Zaman √ Doa Untuk Orang Tua : Bacaan Arab, Latin dan Artinya Lengkap √ Keutamaan Berbakti Kepada Orang Tua dan Dalilnya yg Wajib Kita Tahu Hadits Ridho Allah Tergantung Ridho Orang Tua - Gambar Islami Barangsiapa yang ridho (terhadap ujian tersebut) maka baginya ridho Allah dan barang siapa yang marah (terhadap ujian tersebut) maka baginya murka-Nya." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah At Tirmidzi berkata bahwa hadits ini Hasan Ghorib) Dari Mush'ab bin Sa'id (seorang tabi'in) dari ayahnya berkata, yangberkaitan dengan iman ke-6 (Qadha & Qadhar) Apapun ujian yang Allah beri, itu memberikan makna dibaliknya. Salah satu makna di uji, yaitu nikmatnya berdo'a, lalai terhadap kehidupannya, rasa simpati, hidayah. Ali bin Abi Thalib KW juga mengatakan: "Sabar bagaikan kepala dan jasad seseorang" MbahJenggot II >> Berikut ini sebagian Hadist yg menjelaska n keutamaan sabar.1. Besarnya pahala sesuai dengan besarnya ujian dan cobaan. Sesungguhn ya Allah 'Azza wajalla bila menyenangi suatu kaum Allah menguji mereka. Barangsiap a bersabar maka baginya manfaat kesabarann ya dan barangsiap a murka maka baginya murka Allah. (HR. Semuaitu menghapus kesalahan mereka, meninggikan derajat meraka, menjadi kemuliaan dan pahala yang besar. "Sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Barang siapa yang ridho (terhadap ujian tersebut) maka baginya ridho Allah dan barang siapa yang marah (terhadap ujian tersebut) maka baginya murka-Nya." (HR Barangsiapa yang ridho (terhadap ujian tersebut) maka baginya ridho Allah dan barang siapa yang marah (terhadap ujian tersebut) maka baginya murka-Nya." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah At Tirmidzi berkata bahwa hadits ini Hasan Ghorib) Semakna dengan hadits di atas adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, yang artinya: . Ilustrasi mempelajari sikap ikhlas dan ridho. Foto PexelsUmat Muslim dianjurkan untuk melaksanakan semua amal ibadah dengan rasa ikhlas dan ridho. Keduanya perlu ditanamkan dalam diri setiap Muslim karena merupakan sikap yang disukai Allah orang menganggap ikhlas dan ridho adalah hal yang sama, faktanya keduanya memiliki makna berbeda. Lantas, apa perbedaan ikhlas dan ridho dalam syariat Islam? Simak penjelasannya di bawah Ikhlas dan RidhoDikutip dari buku Aqidah Akhlak Pada Madrasah oleh Indra Satia Pohan, ikhlas menurut syariat Islam disebut juga dengan qana’ah. Ini merupakan kerelaan hati dalam menerima sesuatu serta selalu merasa cukup dengan apa yang dimiliki saat dapat berfungsi sebagai motivasi bagi manusia untuk rajin dan giat dalam melakukan sesuatu dengan tujuan demi mencapai kesejahteraan hidup bagi dirinya, keluarga dan orang lain. Sikap ikhlas juga membantu manusia untuk mengendalikan hawa seorang Muslim, ikhlas menjadi sikap yang harus dimiliki agar terhindar dari sifat rakus, serakah, dan tamak. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran surat Az Zumar ayat 49 berikut iniفَاِذَا مَسَّ الْاِنْسَانَ ضُرٌّ دَعَانَاۖ ثُمَّ اِذَا خَوَّلْنٰهُ نِعْمَةً مِّنَّاۙ قَالَ اِنَّمَآ اُوْتِيْتُهٗ عَلٰى عِلْمٍ ۗبَلْ هِيَ فِتْنَةٌ وَّلٰكِنَّ اَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَArtinya “Maka apabila manusia ditimpa bencana dia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan nikmat Kami kepadanya dia berkata Sesungguhnya aku diberi nikmat ini hanyalah karena kepintaranku. Sebenarnya, itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”Ilustrasi bersikap ikhlas dan ridho. Foto PexelsSementara itu, ridho menurut bahasa artinya rela. Sedangkan secara istilah, ridho adalah menerima semua yang terjadi pada dirinya, baik kebahagian maupun kesedihan, dengan selalu berlapang dada serta menghadapinya dengan tabah, ikhlas, dan tidak putus Masyhuda Al-Mawwaz dalam buku Cara Allah Menolong Hamba-Nya, manusia harus memiliki sikap ridho agar menjadi pribadi yang berjiwa besar, bersikap tenang, dan selalu mensyukuri semua kehendak Allah SWT atas sikap ini sudah mengakar dalam sanubari manusia, maka hilanglah semua rasa sakit akibat berbagai musibah yang menimpanya. Dalam sebuah hadits dijelaskan“Dari Anas bin Malik RA bahwa Nabi SAW bersabda Sesungguhnya apabila Allah SWT mencintai suatu kaum, maka Dia mengujinya. Barangsiapa ridha terhadap ujian-Nya, maka dia memperoleh ridha-Nya dan barangsiapa tidak suka, maka mendapat murka-Nya.” HR. At TirmidziContoh Perilaku Ikhlas dan RidhoIlustrasi bersikap ikhlas dan ridho. Foto PexelsDiambil dari buku Meraih Dahsyatnya Ikhlas terbitan Penerbit Agromedia Pustaka, di antara beberapa contoh orang-orang yang ikhlas dan ridho dalam kehidupan adalah mereka yang rela menerima kenyataan hidup walaupun dalam keadaan yang yang ikhlas tidak akan banyak berangan-angan serta berharap sesuatu melebihi batas kemampuannya serta selalu ikhtiar dan berdoa untuk memperbaiki nasibnya di masa yang akan datang. Sifat ikhlas seperti ini didukung keridhoan dalam dirinya dengan selalu berserah diri kepada Allah SWT, baik dalam kehidupan yang lapang maupun yang dimaksud dengan ikhlas?Apa saja manfaat sikap ikhlas? “Akan merasakan kelezatan/kemanisan iman, orang yang ridha kepada Allah sebagai Rabbnya dan Islam sebagai agamanya serta nabi Muhammad sebagai rasulnya.” HR. Muslim Sahabat, ridho merupakan perkataan ringan namun berat dijalankan, karena nyatanya, meskipun kita tahu harus ridho pada segala ketentuan Allah, tidak semua hal yang Ia berikan pada kita bisa kita ridhoi. Misalnya, kita tidak ridho pada ketentuan Allah mengenai rezeki yang kita peroleh. Mengapa amat sulit mendapat rezeki yang halal, sedangkan sumber rezeki yang haram selalu menggoda. Atau, kita tidak ridho pada ketentuan Allah mengenai keluarga, mengapa kita terlahir dari orangtua yang broken, lingkungan keluarga yang buruk dan jauh dari nilai Islam. Atau, masih banyak hal lainnya yang merupakan ketentuan Allah namun belum bisa kita ridhoi? Mari kita simak kisah singkat berikut ini Ja’far bin Sulaiman Ash-Shun’i bercerita Suatu hari, ketika Sufyan Ats-Tsuri berada di tempat Robi’ah Al-Adawiyyah, ia berseru, “Ya Allah ridhoi kami.” Robi’ah menukas, “Tidakkah kau malu kepada Allah meminta ridho-Nya, sementara kau sendiri tidak ridho terhadap-Nya?!” Sufyan serta-merta berkata, “Astagfirullah, aku memohon ampun kepada Allah.” Aku lalu bertanya kepada Robi’ah, “Kapan seorang hamba menjadi orang yang ridho terhadap Allah?” Ia menjawab, “Jika kebahagiaannya menyambut musibah sama seperti kebahagiannya menyambut nikmat.” Sahabat, rupanya salah satu ciri ridho pada Allah adalah menerima segala ketentuanNya termasuk musibah sekalipun dengan hati lapang. Jika kita diberi wajah kurang rupawan, rezeki yang pas-pasan, kesehatan bermasalah, namun kita tetap lapang pada ketentuan Allah tersebut, hal itulah yang disebut ridho padaNya. “Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ’Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridho terhadap mereka dan meraka pun ridho kepadanya.” QS. Al-Bayyinah 8 Lalu, bagaimana cara mencapai derajat ridho pada ketentuan Allah tersebut? Bukankah tidak mudah menerima hal buruk yang Allah beri dalam hidup kita? Berikut ini beberapa poin yang mudah-mudahan bisa membantu 1. Menyadari bahwa Allah yang paling berhak atas diri kita Sahabat, seorang pencipta memiliki hak 100% terhadap apa yang ia ciptakan. Sebagaimana seniman yang ketika membuat karya tak ingin diusik apalagi dikritik, apalagi Allah yang berhak 100% melakukan apapun yang dikehendakiNya atas ciptaanNya. “Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” QS. Al-Hajj18 Maka, sebagai makhluk yang Ia ciptakan, kita disodorkan pilihan untuk ridho pada kehendakNya atau malah protes. Ketahuilah bahwa Allah tak memaksa makhlukNya untuk ridho, meski Ia berhak memaksa kita meridhoiNya, namun Ia justru meminta kepasrahan kita. Jika kita ridho pada ketentuanNya, maka sesungguhnya kita telah melakukan pilihan cerdas. Akan tetapi jika kita tidak ridho, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dan Tidak Membutuhkan makhlukNya. Jadi sebenarnya, orang yang tidak ridho atau belum ridho pada ketentuan Allah tengah berlaku zhalim pada dirinya sendiri. Bagaimana mungkin ia bisa menemukan kebahagiaan sejati dalam hidupnya jika tak meridhoi apa yang Allah lakukan terhadap dirinya? 2. Meyakini bahwa musibah dan ujian bisa jadi bentuk cinta Allah Cara selanjutnya yang bisa dilakukan adalah dengan meyakini sebenar-benarnya bahwa musibah dan ujian bisa jadi salah satu bentuk cinta Allah pada seorang hamba, maka tak perlu merutuki takdir yang terlihat tak menyenangkan, bisa jadi ada balasan besar di baliknya! “Sesungguhnya besarnya balasan tergantung besarnya ujian, dan sesungguhnya Allah Ta’ala apabila mencintai suatu kaum maka Allah akan menguji mereka dengan suatu musibah, maka barangsiapa yang ridha maka baginya keridhaan dari Allah dan barangsiapa yang marah maka baginya kemarahan Allah.” HR. At-Tirmidzi dari Anas bin Malik, lihat Silsilah Ash-Shahihah 3. Percaya bahwa Allah selalu memberi yang terbaik untuk diri kita Banyak orang tidak ridho pada ketentuan Allah karena mereka tak yakin bahwa apa yang dikehendaki Allah untuk terjadi adalah yang terbaik. Padahal segala pengetahuan dan ilmu ada di sisiNya, mengapa kita tak mempercayaiNya? Sama saja seperti seorang anak yang mencurigai orangtua yang amat mencintainya. Sang anak begitu benci dan protes… mengapa ia diberikan makanan sayur-sayuran yang tak disukainya, dan tidak diizinkan untuk bermain hujan-hujanan di tengah gemuruh petir yang menyambar? Tentu karena sang anak tak mengetahui bahwa apa yang orangtua lakukan untuknya adalah demi kebaikannya. Sahabat, jika kita meyakini bahwa kehendak Allah adalah yang terbaik, otomatis kita akan pasrah dan ridho pada apapun yang Ia pilihkan untuk kita. Maka menjadilah kita orang-orang beruntung yang ridho pada ketentuan Allah. Semoga kita termasuk golongan orang cerdas yang memilih secara sadar untuk meridhoi segala ketetapan Allah dalam hidup kita. Aamiin. SH Ridho dengan Ketentuan Allah. Foto Takdir ilustrasi diri sangatlah penting dalam rangka menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi di dalam kehidupan ini. Sedangkan terhadap yang telah terjadi, maka sikap yang harus kita miliki adalah ridho. Pimpinan Majelis Ta'lim dan Zikir Baitul Muhibbin Habib Abdurrahman Asad Al-Habsyi mengatakan, ridho terhadap apa yang akhirnya terjadi atau ridho pada hasil akhir "Yang akhirnya kita terima setelah usaha maksimal ikhtiar yang kita lakukan," kata Habib Abdurrahman melalui pesan hikmahnya kepada Republika, Senin 23/13. Habib Abdurrahman mengatakan, ridho itu adalah keterampilan mental untuk realistis menerima kenyataan. Hati menerima kenyataan, dibarengi otak dan anggota tubuh yang berikhtiar terus untuk mencapai keadaan yang lebih baik lagi. Mengapa kita harus ridho? Karena jika kita tidak ridho pun, kejadian atau hasil itu pun tetap terjadi. Untuk itu kata Habib Abdurrahman apapun yang terjadi, maka kita harus bersikap ridho. “Allah telah memberikan wahyu kepada Nabi Musa 'alaihissasalam "Wahai Musa, siapa yang tidak ridha dengan keputusan-Ku, tidak sabar dengan ujian-Ku, dan tidak mensyukuri nikmat-nikmat-Ku, maka hendaklah ia pergi dari bumiku dan langiku, dan hendaklah ia mencari Tuhan selain Aku.” "Terimalah takdirmu dengan Ridho," katanya. Oleh Erna Ummu Azizah Komunitas Peduli Generasi dan Umat [email protected] DALAM kehidupan sehari-hari sering kali kita dihadapkan pada kondisi-kondisi yang membuat kita bertanya-tanya. Apakah ini ujian, adzab, ataukah istidraj? Lantas, bagaimana kita membedakannya, dan bagaimana pula kita menyikapinya? Musibah atau bencana yang menimpa orang yang beriman, yang senantiasa beramal sholih, menjauhi maksiat, menghidupkan sunnah-sunnah Nabi, serta selalu berada dalam ketaatan kepada perintah dan larangan Allah. Inilah yang disebut ujian atau cobaan. Musibah ini bertujuan untuk menguji keistiqomahan hamba. Allah ingin melihat bukti keimanan dan kesabarannya. Jika ia bisa menyikapi dengan benar, dan mengembalikan semuanya kepada Allah, maka Allah akan memberikan pertolongan dan rahmat sesudah musibah atau bencana tersebut, bahkan menjadikan musibah tersebut sebagai penggugur dosa-dosanya. BACA JUGA Maksiat Rajin Rezeki Lancar? Musibah ini adalah tanda kecintaan Allah SWT pada seseorang hamba. Semakin tinggi derajat keimanan dan kekuatan agama seseorang, justru ujian musibah yang menimpanya akan semakin berat. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ. Dari Mush’ab bin Sa’d dari ayahnya. Ayahnya berkata Aku bertanya kepada Rasulullah ﷺ,” Manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Rasulullah ﷺ menjawab,” Para Nabi, kemudian disusul yang derajatnya seperti mereka, lalu yang di bawahnya lagi. Seseorang diuji sesuai keadaan agamanya. Jika agamanya itu kokoh maka diperberatlah ujiannya. Jika agamanya itu lemah maka ujiannya pun disesuaikan dengan agamanya. Senantiasa ujian menimpa seorang hamba hingga ia berjalan di muka bumi tanpa dosa sedikit pun.” HR. al-Ahmad, al-Tirmidzi dan Ibn Majah Foto Freepik 2. ADZAB Musibah bagi orang-orang yang lalai menunaikan hak-hak Robb-Nya, sering berbuat dosa, dan menunda taubat. Inilah yang disebut adzab atau teguran. Musibah ini bertujuan untuk memberi peringatan kepada hamba agar bergegas kembali kepada Robb-nya dan segera bertaubat. Adzab ini adalah hukuman yang disegerakan di dunia agar nanti tidak ditimpakan kepadanya di akhirat, atau di akhirat nanti hukumannya lebih ringan. Allah menginginkan kebaikan kepada hambaNya sehingga hukuman tersebut disegerakan di dunia, untuk menghapus kesalahan-kesalahan hamba tersebut. Sebenarnya peringatan ini karena kasih sayang Allah SWT. Misalnya seseorang yang berada dalam kesempitan rezeki. Kemudian ia bermunajat kepada Allah agar memberikannya keluasan rezeki. Rajin ibadah sunah dan perbaikan ibadah lainnya dengan semaksimal mungkin. Hingga Allah SWT memberikan jalan keluar. Bisnisnya lancar, usahanya berkembang, dan kesibukan semakin meningkat. Tapi justru dikarenakan sibuknya, satu persatu ibadah sunahnya mulai ia tinggalkan. Ibadah wajibnya pun dilalaikan. Seharusnya bertambahnya nikmat, membuat ia bertambah syukur dan semakin dekat dengan Allah, tetapi yang terjadi malah semakin jauh dari Allah. Orang ini sebenarnya sedang mengundang datangnya musibah atau adzab Allah. Hingga akhirnya Allah cabut kembali nikmatNya. Dan, sungguh musibah yang datang kepadanya ini sebagai peringatan untuk kembali kepada Robb-nya dan segera bertaubat. 3. ISTIDRAJ Istidraj adalah kesenangan dan nikmat yang Allah berikan kepada orang yang jauh dari-Nya yang sebenarnya itu menjadi adzab baginya apakah dia bertaubat atau semakin jauh. Ada seorang yang maksiatnya lancar tapi rezekinya juga lancar. Ia tidak dalam ketaatan namun bergelimang berbagai kelebihan-kelebihan. Foto Pexels Dari Uqbah bin Amir RA, dari Rasulullah ﷺ “Apabila engkau melihat Allah mengaruniakan dunia kepada seorang hamba sesuai dengan yang ia inginkan, sementara ia tenggelam dalam kemaksiatan, maka ketahuilah itu hanya istidraj dariNya.” kemudian Rasulullah membaca firman Allah “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” QS. Al-An’am 44. HR. Ahmad Kelancaran rezeki bukanlah standar sayangnya Allah kepada seseorang. Boleh jadi kelapangan hidup itu bentuk adzab yang tidak disadari. Untuk apa banyak harta tapi batin merana, ancaman adzab akhirat tidak dipedulikan. Juga sebaliknya, jangan mengira orang yang banyak ujian dan cobaan dalam hidup tanda ia dimurkai oleh Allah. Boleh jadi itu adalah musibah untuk menghapuskan dosa dan meninggikan derajatnya di surga nanti. BACA JUGA Hati-Hati Istidraj, Ini Ciri-Cirinya Sekarang coba tanyakan dengan jujur pada diri sendiri, bagaimana keimanan kita terhadap Allah SWT? Apabila kita termasuk orang yang lalai, maka jawaban atas musibah yang menimpa, adalah sebagai adzab dan peringatan atas kelalaian kita, agar kita sadar dari kelalaian kita selama ini. Dan segeralah bertaubat. Dan kalau kita bukan hambaNya yang lalai, maka musibah yang menimpa kita, adalah sebagai suatu ujian, dimana dengan ujian itu, Allah telah menyiapkan tingkat keimanan yang lebih tinggi untuk kita. Seperti menjadikan kita hamba pilihanNya yang sabar. Dan pahala orang yang sabar sungguh tanpa batas. Dan insya Allah dengan kesabaran dan istiqomah di jalanNya akan bisa meraih ridho Allah, dan ridho Allah adalah segalanya. Wallahu a’lam. [] Inilah yang patut dipahami setiap insan beriman. Bahwa cobaan kadang dapat meninggikan derajat seorang muslim di sisi Allah dan tanda bahwa Allah semakin cinta kepada hamba-Nya. Dan semakin tinggi kualitas imannya, semakin berat pula ujiannya. Namun ujian terberat ini akan dibalas dengan pahala yang besar pula. Sehingga kewajiban kita adalah bersabar. Sabar ini merupakan tanda keimanan dan kesempurnaan tauhidnya. Dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَفَّى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ “Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.” HR. Tirmidzi no. 2396, hasan shahih kata Syaikh Al Albani. Juga dari hadits Anas bin Malik, beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda, إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ “Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa siapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” HR. Ibnu Majah no. 4031, hasan kata Syaikh Al Albani. Faedah dari dua hadits di atas 1- Musibah yang berat dari segi kualitas dan kuantitas akan mendapat balasan pahala yang besar. 2- Tanda Allah cinta, Allah akan menguji hamba-Nya. Dan Allah yang lebih mengetahui keadaan hamba-Nya. Kata Lukman -seorang sholih- pada anaknya, يا بني الذهب والفضة يختبران بالنار والمؤمن يختبر بالبلاء “Wahai anakku, ketahuilah bahwa emas dan perak diuji keampuhannya dengan api sedangkan seorang mukmin diuji dengan ditimpakan musibah.” 3- Siapa yang ridho dengan ketetapan Allah, ia akan meraih ridho Allah dengan mendapat pahala yang besar. 4- Siapa yang tidak suka dengan ketetapan Allah, ia akan mendapat siksa yang pedih. 5- Cobaan dan musibah dinilai sebagai ujian bagi wali Allah yang beriman. 6- Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia dengan diberikan musibah yang ia tidak suka sehingga ia keluar dari dunia dalam keadaan bersih dari dosa. 7- Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak. Ath Thibiy berkata, “Hamba yang tidak dikehendaki baik, maka kelak dosanya akan dibalas hingga ia datang di akhirat penuh dosa sehingga ia pun akan disiksa karenanya.” Lihat Faidhul Qodir, 2 583, Mirqotul Mafatih, 5 287, Tuhfatul Ahwadzi, 7 65 8- Dalam Tuhfatul Ahwadzi disebutkan, “Hadits di atas adalah dorongan untuk bersikap sabar dalam menghadapi musibah setelah terjadi dan bukan maksudnya untuk meminta musibah datang karena ada larangan meminta semacam ini.” Jika telah mengetahui faedah-faedah di atas, maka mengapa mesti bersedih? Sabar dan terus bersabar, itu solusinya. Semoga Allah memberi kita taufik dalam bersabar ketika menghadapi musibah. Wallahul muwaffiq. — Mabna 27, kamar 201, Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh-KSA Renungan di malam hari sebelum tidur, 24 Rabi’ul Awwal 1434 H Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Ridho Terhadap Ketentuan AllahDi dalam Surah Al Anbiya’ ayat 35 dijelaskan yaitu “Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Allah akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” Manusia tidak akan lepas dari yang namanya ujian. Allah terkadang menguji kita dengan ujian, terkadang dengan nikmat. Allah ingin melihat, siapa yang bersyukur dan siapa yang putus asa. Terkadang dari kita ada yang marah terhadap takdir Allah atau menganggap Allah tidak adil terhadap kita. Allah tidak pernah mendapat kerugian dari sikap kita. Tetapi kitalah yang mendapat kerugian yaitu jauh dari Allah. Padahal Allah itu Allaahusshomad, Allah tempat kita surah Al Baqarah 216 yang memiliki arti, “Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. Jadi kita lihat bahwa dalam ayat tersebut memiliki hubungan dengan prinsip keimanan yakni Qada’ dan Qadar. Yakin terhadap segala takdir Allah. Hikmah Allah mendatangkan musibah kepada kita, yaituMusibah itu sebagai ujian dari Allah SWT, karena Allah ingin melihat siapa yang mampu sabar menghadapi ujian itu. Seorang tidak akan mampu teruji keimanannya jika tidak diberikan ujian demi ujianMusibah itu hadir untuk membersihkan hati manusia, supaya lepas dari sifat buruk. Ketika musibah datang, sifat ujub akan berganti dengan ketundukan terhadap AllahMusibah itu membuat agar iman seorang mukmin itu menjadi kuat. Karena agar kita tahu bahwa hanya Allah lah tempat kita bersandarMusibah menunjukkan kuatnya Allah dan lemahnya manusia. Allah bisa berkehendak apapun dan kita sebagai manusia hanya berusaha semaksimal mungkinMusibah menjadikan kita semangat terus untuk berdoa kepada Allah. Kita akan berdoa secara khusyuk dan bersungguh-sungguh dalam memohon kepada Allah. Karena jika Allah hanya memberikan nikmat, kita malah merasa enteng dengan doa tanpa khusyuk meminta kepada AllahMusibah itu akan membangunkan seseorang yang sedang lalai untuk bersungguh-sungguh dalam menjalankan kehidupan ini dengan penuh itu bisa dirasakan kalau kita merasakan lawannya. Kita bisa merasakan nikmat sehat jika kita diberi sakit oleh Allah. Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya

ridho dengan ujian allah